Sosial Media dan Belajar dari Rumah

Surabaya adalah kota Pendidikan tercerdas dalam menghadapi Pandemi

gambar : Ilustrasi – Antara

Judul diatas mungkin terkesan berlebihan. Apakah ada faktanya atau hanya sekedar hoax? bagaimana penulis bisa menyatakan demikian? Sebelum kami menjabarkan dasar penulisan ini, ada baiknya pembaca melihat berita di televisi pada tanggal 6 Agustus 2020 atau tulisan yang ada diportal berita berikut ini : (https://surabaya.liputan6.com/read/4322654/pelajar-sd-smp-di-surabaya-dapat-akses-pembelajaran-lewat-televisi)

Pertanyaan dan jawaban di bawah ini akan mewakili semua penjabaran dari judul tulisan ini .

  • Kenapa pembelajaran jarak jauh dengan media televisi adalah hal yang cerdas menurut penulis?

Di masa Pandemi yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara online saat ini tentunya akan banyak orang yang berfikir internet adalah nyawa dari semuanya bukan? Akan tetapi yang sering kita lupakan bersama adalah Indonesia adalah negara kepualauan yang besar. Untuk memeratakan akses internet di seluruh Indonesia akan membutuhkan waktu apalagi biaya. Jangankan untuk mengakses google classroom, google meet maupun zoom cloud meeting, menonton TV pun masih ada daerah di Indonesia yang tidak bisa! Sebagai bukti berikut kutipan wawancara yang kami dapatkan dari portal berita BBC:

“Saya kan daerahnya termasuk daerah tertinggal. Di sana belum ada sinyal. Jangankan sinyal internet, untuk telepon, SMS itu pun hanya tempat tertentu saja yang ada sinyalnya,” ujar Oktoriyadi.Menonton siaran TVRI pun tidak bisa karena tidak adanya sumber listrik di siang hari, ujar Oktoriyadi. Itu membuatnya khawatir. “Saya sangat mengkhawatirkan anak-anak tidak mendapat akses pendidikan.””Kalau saya pikir di daerah saya, sebaiknya anak-anak diberlakukan sekolah seperti biasa, dengan pertimbangan di sana belum juga terlalu zona merah. Sekolah bisa dilaksanakan dengan protokol pencegahan Covid-19, seperti menjaga jarak,” kata Oktoriyadi. (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52661836)

Dari kutipan diatas, TVRI atau media televisi merupakan jalan keluar yang cerdas, karena dibandingkan dengan memeratakan akses internet yang membutuhkan waktu lama, pengadaan listrik dengan TV akan jauh lebih cepat, efektif dan efesien. Bukankah TV nasional adalah hak rakyat Indonesia dan pekerjaan rumah pemerintah yang seharusnya telah selesai dari zaman Presiden Soeharto sampai sekarang ? Bukan hanya lebih mudah untuk memeratakannya keseluruh Indonesia dibandingkan akses internet, akan tetapi dengan materi yang dijabarkan pada TV akan membuat seluruh penyampaian materi belajar seragam di Indonesia. Hal ini juga akan mempermudah guru-guru di seluruh Indonesia untuk melakukan inovasi sesuai dengan kondisi lingkungannya, apakah dia harus melakukan sistem door to door ? karena di daerahnya tersebut banyak yang belum punya atau mampu beli HP (tidak ada sinyal mungkin) , sehingga untuk tugas bisa diberikan kerumah-rumah anak-anak didiknya. Atau dengan materi yang sama didapatkan dirumah, guru dapat melakukan pembelajaran di ruang terbuka (alam) dengan protokol kesehatan dan fokus pada latihan , penjelasan dari materi yang telah ditonton anak melalui TV dirumah masing-masing. Listrik dan TV yang belum masuk akan lebih mudah diatasi (diadakan) dengan data-data serta aduan masyarakat kepada pemerintah dibandingkan dengan akses internet dan gadjet. Jika di daerah itu belum masuk siaran TV, pemerintah bisa membuat video pembelajaran dengan melibatkan guru-guru lokal dan didistribusikan ke rumah-rumah. Sekali lagi kami ulangi pembelajaran yang dilakukan dan disampaikan melalui media televisi akan lebih seragam dan merata tanpa membatasi inovasi guru yang terhambat karena masalah umum dari internet. Kejadian ini sebenarnya bukan hanya antara sekolah di kota besar dengan pelosok daerah, akan tetapi juga ada beberapa kasus di sesama kota besar, seperti ada sekolah yang sudah menggunakan google classroom sampai google meet ataupun zoom meeting untuk belajar dan di satu sisi ada sekolah yang hanya menggunakan WhatsApp saja (tidak merata bukan ? ).

Dari pengalaman penulis yang mungkin banyak dari para pembaca juga mengalaminya, ketika masih ada Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) hampir semua bahasa pendidikan dari setiap siswa disekolah sama. Ketika saya belajar variabel di sekolah (SMP saya ada didaerah Jakarta Pusat), teman saya di Padang dan Aceh juga belajar, bahkan soal-soal latihan dan cara mengerjakannyapun kami seragam .

  • Bukankah pemerintah di awal pandemi juga menggunakan TVRI sebagai media belajar ?

Jawabannya adalah benar, bahkan awalnya penulis sangat kagum dan bangga dengan inovasi pemerintah ini. Tetapi seiring dengan perkembangan pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia, pemerintah melalui Mendikbud nya tidak menegaskan atau mewajibkan penggunaan TVRI sebagai media pembelajaran jarak jauh. Hal ini menyebabkan aplikasi disetiap sekolah menjadi berbeda, bahkan justru mengambang . Hal ini bisa dilihat pada fokus perdebatan hangat di saat pandemi tentang metode pembelajaran jarak jauh masa pandemi covid-19, salah satunya ada pada link dari portal berita berikut (https://nasional.kontan.co.id/news/mendikbud-tidak-ada-rencana-mempermanenkan-pembelajaran-jarak-jauh), sama sekali tidak menyentuh penggunaan TV sebagai solusi pembelajaran masa pandemi bukan? Dewasa ini banyak kita lihat ada sekolah yang menggunakan aplikasi google (google classroom sampai dengan google meet), ada yang menggunakan zoom cloud meeting ada juga yang hanya menggunakan WhatsApp sampai dengan masih ada yang menggunakan TVRI. Bahkan di awal pandemi aplikasi belajar seperti ruang guru, zenius, bahaso, bersatu fokus memberikan akses internet gratis hanya untuk menggunakan aplikasi mereka yang notabene merekapun dapat penghasilan dari iklan pada aplikasi tersebut. Sampai pada saat pandemi terasa terlalu lama di Indonesia dengan bangganya apliasi ruang guru memblok semua stasiun televisi untuk mempromokan aplikasi mereka secara tidak gratis! Bagaimana nasib anak-anak kita yang ada di pelosok daerah? Bisa kita lihat dan baca di berbagai berita, bahwa masih banyak anak yang belum mempunyai Telepon Selular (handphone) bahkan tidak ada akses internet di daerahnya, hal ini belum termasuk daerah yang susah sinyal walaupin sudah ada akses internet. Sekolah dengan fasilitas mumpuni akan semakin maju, dan sekolah yang penuh keterbatasan fasilitas akan semakin tertinggal.

  • Jadi bagaimana solusi dan pendapat penulis?

Apa yang dilakukan oleh kota Surabaya harus diapresiasi bersama terutama jika konsisten dalam penerapannya, karena selain memberikan warna pada pembelajaran online yang selama ini mengandalkan akses internet, media TV dapat melibatkan guru-guru lokal untuk berinovasi, baik dalam mengajar dan menjangkau sekolah-sekolah yang susah sinyal internet atau bahkan tidak ada akses internet sama sekali. Sudah selayaknya Indonesia kembali menjadikan Televisi sebagai sarana pemersatu bangsa, khususnya pada bidang pendidikan . Jika ingin menggunakan TVRI atau membuat stasiun TV sendiri atau bekerjasama dengan TV swasta tentunya pemerintah yang lebih mengetahui alokasi dana yang paling efesien. Tentunya setiap kurikulum, apa itu mau dinamakan literasi atau bahkan seperti belajar coding bagi para siswa dan sebagainya, pemerataan akses harus menjadi fondasi awal pemerintah . Televisi adalah hal yang tercerdas untuk penyampaian materi ke seluruh nusantara agar seragam!

Pada akhirnya, harus penulis sampaikan bahwa tulisan ini bukan bertujuan untuk mengkritik pemerintah, akan tetapi untuk menjadi opsi solusi bagi pemerintah dalam memeratakan pendidikan, bukan hanya di masa pandemi, tetapi juga setelah pandemi berakhir. Semoga tulisan ini bisa di baca oleh Pemerintah atau pejabat yang bersangkutan, jika ada kekurangan atau salah penyampaian penulis, maka mohon dimaafkan.

Hormat kami

Senopati Center

Comments

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Open chat
Ada yang bisa kami bantu?