Cara belajar ideal

Kurikulum Pendidikan amburadul

Fenomena kehadiran Bapak Mentri Pendidikan di era kedua Pak Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia memang luar biasa. Dari hasil survei terbatas kami di berbagai media daring, media sosial maupun media cetak kepedulian terhadap pendidikan Indonesia yang semakin buruk ini meningkat. Bagaimana tidak? Sebelumnya portal berita online ternama seperti detik.com, liputan6, Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya jarang menampilkan berita pendidikan, sekarang jadi banyak sekali headline mengenai sepak terjang Bapak Mentri Nadiem. Ragam komentar pun bermunculan, mulai dari orang-orang biasa yang semula cuek terhadap pendidikan sampai dengan para pakar yang seolah-olah dahulu mengamini Kurikulum 2013 yang di gadang-gadang akan mempermudah pelajar (Pada kenyataannya banyak sekolah yang membebani murid-murid Sekolah Dasar dengan buku yang banyak).  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak mau ketinggalan. Keefektifan Ujian Nasional sampai kurikulum tiba-tiba menjadi trending topic. Diantara wakil rakyat bahkan ada yang mengatakan kalau Ujian Nasional dewasa ini hanya merupakan pemborosan nasional.

Banyak hal positif yang bisa kita dapat seperti misalnya semua orang menjadi peduli dengan pendidikan di Indonesia, akan tetapi hal ini juga menjadi sebuah kemalangan karena kurikulum pendidikan di Indonesia selalu tidak memiliki pola yang pas dari tahun ke tahun. Tercatat kita telah mengalami banyak perubahan kurikulum, seperti KTSP dan sebagainya. Banyak para pakar pendidikan (yang tiba-tiba muncul) mengatakan bahwa kurikulum pendidikan sekarang hanya lebih dari sekedar keilmuwan yang tak relevan lagi dengan perubahan zaman. Padahal kurkulum terbaru saat ini masih dijalankan beberapa tahun belakangan ini.

Perlu kita ingat dan tekankan lagi bersama bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar bukan? Kalau berani jujur, boleh ditanyakan pada Kakek, buyut, Om dan Tante sampai ke cucu kita apakah semua kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia itu sudah merata dari Sabang sampai Merauke? 

Sebagai generasi 90 an saya (penulis) bisa mengatakan kalau tidak ada yang salah dengan KTSP, buktinya Bapak Presiden sekarang juga produk dari KTSP dan kurikulum sebelumnya. Generasi jauh sebelum saya juga bisa mengatakan tidak ada yang salah dengan kurikulumnya, kenapa? karena banyak dari mereka menghasilkan orang hebat bukan? Sekarang era 4.0 maka kurikulum harus di ganti, karea sudah tidak sesuai lagi kata pakar-pakar pendidikan lainnya termasuk DPR. Ujian Nasional sekarang lebih kepada pemborosan, harus di cari tolak ukur lainnya, begitu kata Bapak Mentri Pendidikan yang di amini oleh DPR serta sebaliknya. Pertanyaan besarnya adalah

Apakah setelah diganti kurikulum nanti akan menjadi solusi bagi Pendidikan di Indonesia?

Pendapat yang sejauh ini paling nyeleneh datang dari Pakar Pendidikan kita Bapak Seto Mulyadi. Menurut beliau sekolah cukup hanya dengan 3 hari, hal ini sudah beliau uji di homeschooling yang beliau jalankan. Parodi akan terus berlanjut. Apakah Kak Seto lupa bahwa Mentri sebelum Pak Nadiem nyaris mewajibkan Full day School untuk mengurangi tawuran pada pelajar? Kalau nanti disetujui pendapat ini oleh Bapak Nadiem, kemanakah para pelajar di hari-hari lainnya? Jawaban yang pasti mendekati adalah mengikuti kursus-kursus keahlian seperti Bahasa dan lainnya. Dengan bobot pelajaran yang tidak ikut dirubah maka akan dipastikan Lembaga Bimbingan Belajar akan banyak menampung pelajar yang kurang paham dengan materi di Sekolah. Akhirnya kembali lagi Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) yang disalahkan. Banyak Pakar pendidikan menjadikan Bimbel sebagai acuan bobroknya mutu pendidikan di Indonesia. Tapi pada kenyataannya  Bimbel Online seperti ruang guru, quipper malah semakin marak menjadi solusi bagi pelajar. Padahal Bimbel ini sangat berjasa dalam menjaga keseimbangan mutu pendidikan tanah air. Bagaimana tidak, carut marut pendidikan dari zaman dahulu kala menjadikan Bimbel sebagai satu-satunya sumbangsih personal masyarakat (apapun motif nya, baik untuk bangsa ataupun materi) dalam menjaga  keseimbangan mutu pendidikan Indonesia. Bisa dikatakan bahwa :

Menyudutkan Lembaga Bimbingan Belajar bahkan membunuhnya jelas bukan suatu solusi bagi Pendidikan Nasional, tindakan ini hanya menjadi kepastian kalau Bangsa Indonesia telah putus asa terhadap Pendidikannya.

bersambung . . .

Comments

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Open chat
Ada yang bisa kami bantu?