Demi God (Novel tentang arogansi manusia)

Demi God (novel bersambung tentang arogansi manusia) part 1

Ahli bedah adalah Demi god. Titisan dewata ini diutus Penguasa Semesta Alam turun kedunia sebagai penyebab kesembuhan. Bersenjatakan sebilah pisau penyembuh, Topanasuri, ia malang melintang di arena berdarah melawan penyakit, dalam drama yang sudah dimainkan sejak dunia terkembang.

Tragedi terkadang tak terhindarkan takala kuasa serasa mutlak, tawaduk menjadi ria, rasio tercemar dengan rasa, serta iringannyanyian syaitan menyerukan “Engkaulah Tuhan.” Saat itu pula ksatria menjadi paria.

Angelo Bramantya

Tragedi

ICU RS Metro, Jakarta, di suatu malam

AKHIRNYA Sandra terbangun, Pelan ia membuka matanya. Berat rapi berhasil. Melawan kepala yang berdenyut, ia mencoba duduk tapi tidak kuasa. Ia terikat di tempat tidur oleh berbagai pipa dan selang yang sudah akrab dengannya, seperti infus, maag slang dan kateter. Di samping kiri terlihat monitor yang berdetak seirama bunyi jantungnyadengan beberapa garis, mengalir naik turun berirama. Ia masih hidup. Ia mencoba melihat ke kaki tetapi yang terlihat hanya selimut putih. Ia memperhatikan sekelilingnya. Ruang bercat putih itu kira-kira sebesar aula sekolahnya di SMA 1 Medan. Diantara pembatas dan pintu keluar, duduk beberapa orang suster. Seperti dia, beberapa orang yang dirawat, tergeletak dengan monitor, infus dan selang. Jam di dinding memperlihatkan Asyar sudah datang. Ia mencoba memangil suster yang duduk di meja tetapi suaranya tidak keluar. Didalam keputusasaan itu tumbuh kesadaran bahwa saat itu hanya Allah yang bisa menolongnya. Dengan niat dan wudhu dalam hati, ia sholat. Hal yang sudah dilupakannya seja kelas 2 SMP. Sebagai Sarjana olahraga, ia tahu bahwa sholat berbaring adalah latihan isometrik dimana terjadi peregangan otot tanpa merubah ukurannya seperti di awal permainan panco. Latihan ini mudah-mudahan dapat membantu penyembuhan, pikirnya.

Ilustri Demi God Senopati Center by AI

Tiga orang suster datang ke tempat tidurnya. Dalam keadaan sengsara itupun, semuanya setuju bahwa pasien yang satu ini cantik. Sandra memang semampai dan kulitnya putih. Berwajah indo, dengan agen yang tepat, ia dapat menjadi bintang sinetron papan atas. Seorang menatap ke botol infus sambil mengatur tetesannya, yang lain membuka selimutnya, dan yang satu lagi mengeluarkan kantong plastik. Sandra kaget melihat kotoran yang melekat di situ. Dari manakah datangnya? Bukankah itu perutnya?

” Kita ganti ya, Bu,” kata suster itu.

” Di mana saya? Kenapa tidak bisa saja? suara Sandra parau.

” Ibu di ICU Rumah sakit Metro. Selesai operasi tadi malam, Ibu langsung kesini. “Ia menunjuk ke arah kantong plastik itu sambil berkata dengan pelan, ” Ini kolostomi. Usus ibu dikeluarkan untuk mengganti anushingga kotortannya keluar dari perut.”

“Kenapa? tanyanya kaget. Kata itu ibarat bom yang meledak di dekat telinganya. Ia tidak pernah diberitahu sebelumnya akan hal itu.

” Tanya dokter nanti, Bu.” Dan suster itu berlalu. Ia tidak kuasa melihat kolostomi di perut yang mulus itu. Tidak mungkin pula baginya menerangkan karena tidak tercatat di Surat Izin Operasi.

“Tunggu!” Sandra mencoba berteriak. Tapi suaranya tidak keluar. Ia melambat dan suster berbalik.

“Ada apa, Bu?

“Selamanyakah begini?” Ia menunjuk ke perutnya.

“Tanya dokter ya, Bu. Besok pagi dokter Suntoyo visite.”

“Ya Allah, kenapa tidak engkai akhiri saja hidupku, ” serunya. Tapi itu kan salah, pikirnya. Sudah tiga kali operasi bukannya sembuh . . . Sanggupkah aku memikul cobaan ini? tanyanya dalam hati. Mudah-mudahan.

RS Kasih Bunda, Jakarta, 10 hari sebelumnya.

TRAGEDI Sandra berawal dari kejadian sepuluh hari yang lalu di kamar bedah Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Bunda yang dahulu disebut Rumah Sakit Bersalin.

Kronologi Kejadian sang Demi God

Tepat jam tiga sore, dr. Mardi menggeser tuas kran dan membiarkan air mengalir melalui tangannya yang tergenggam, membasahi lengan bawah kanan dan kemudian kiri. Badan kurus tingginya agak membungkuk sewaktu kaki kirinya menginjak pedal, mengalirkan cairan betadin menyabuni lengannya. Inilah ritual klasik yang dimulai oleh Lister, pikirnya. Untung dia ahli bedah, bila obgyn atau ahli kebidanan seperti Semmelweisz, pasti dianggap gila. Namun ada yang memulainya seribu tahun sebelum Lister. Diajarkan oleh Muhammad, ritual ini dilakukan sekurangnya lima kali sehari oleh ratusan juta umat. Sayangnya mereka hanya menyakini tapi tidak mengetahui. Seharusnya, pikirnya lagi, selain membumikan Al-Qur’an, Quraish Shihab juga membuat buku yang serupa shalat.

Bersambung . . . .

Apa yang terjadi? (Cuplikan part 2)

“Pisau,” Kata dr. Mardi sesudah menutup perut pasien dengan empat laken : disebelah bawah melewati tempat tidur sampai tiga jari dari pusar; atas, kepala sampai dua jari di atas; samping kanan dan kiri, terjuntai pula sampai lima jari dari puser.

“Kok? Katanya lembut melihat pisau nomor 15 yang dsodorkan. GOBLOK . . . . . . . . . .

dr.Mardi di Demi God Novel Senopati Education Center
Ilustri Demi God Senopati Center by AI

Comments

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Open chat
Ada yang bisa kami bantu?