Relasi Positif Guru dan anak

Dear all

Setelah kita membahas bagaimana membangun relasi positif  secara umum dan mulai mengembangkannya ke relasi positif orang tua dan anak Saat ini kita akan membahas kembali kelanjutan tulisan ini, yaitu :

  • Relasi Positif Guru Pendidikan Formal dan Anak
  • Relasi Positif Guru Pendidikan Non Formal dan Anak
  • Relasi Positif Anak dan lingkungan sekitarnya
  • Relasi Positif Orang Tua dengan Guru Pendidikan Formal, Non Formal dan lingkungan sekitarnya.

Kenapa kami membedakan antara Guru Pendidikan Formal dan Non Formal? tentunya hal ini untuk mempermudah penerapan membangun relasi positif terhadap anak itu sendiri. Ada kalanya anak yang mengikuti pendidikan jalur non formal seperti Home Schooling, Bimbingan Belajar (Bimbel) dan sejenisnya lebih merasa nyaman untuk berekspresi  dibandingkan di sekolah formal. Jika orang tua telah memilih jalur non formal sebagai tempat pendidikan inti kepada anaknya, tentunya guru di sekolah non formal akan mengambil peran guru di sekolah fomal. Tapi berdasarkan fakta yang kami dapatkan di lapangan banyak juga anak yang mengambil keduanya, yaitu sekolah Formal dan Bimbel sebagai sekolah non formalnya. Jika pola relasi positif antara anak-orang tua-guru sekolah formal-guru sekolah non formal kita padukan kedalam kurikulum pembelajaran saat ini ( K 2013) yang akan berkembang lagi nantinya, maka guru-guru akan berperan untuk membantu anak dalam mencapai kompetensi Kognitif dan Keterampilan, sedangkan orangtua berkontribusi besar pada bekal kompetensi spiritual dan sosial anak.

Rutinitas belajar yang dijalani anak rata-rata akan membuat anak secara tak sadar memilih, apakah mereka lebih terbuka dalam ekspresi di sekolah formal atau sekolah non formal, sebagai orang tua tentunya harus jeli melihat ini. Biar bagaimanapun anak mempunyai hak untuk memilih kepada siapa dia merasa nyaman dan merupakan kewajiban orang tua untuk mengenal secara dekat setiap individu yang dekat dengan anaknya. Tentunya hal ini tidak akan bisa diketahui apabila komunikasi antara orang tua dan anak dalam kehidupan sehari-hari tidak berjalan lancar.

Semakin lancar komunikasi antara orang tua dan anak, maka pembicaraan akan semakin menjadi 2 arah. Komunikasi yang sehat ini akan membawa orang tua untuk mengenal setiap individu yang dekat dengan anaknya. Hal ini jelas akan mempermudah orang tua dalam mengarahkan sang anak.

Apakah wajar seorang murid membanggakan sosok seorang guru? mayoritas penduduk dunia akan menjawab sangat teramat wajar. Apakah ada insan guru yang menyalahgunakan jabatannya sehingga membuat dia berbuat tidak sepantasnya kepada anak? berita-berita di berbagai media tentunya dengan lugas menjawab hal ini. Hampir dapat dikatakan bahwa perbuatan tidak senonoh terhadap anak seperti sodomi misalnya terjadi karena perbuatan mesum sang guru. Anda sebagai orang tua harus berperan di sini. Orang tua tidak bisa langsung overprotektif terhadap anaknya tanpa menjalin relasi positif diantara anak dan gurunya sendiri. Anak pada dasarnya adalah pengamat yang lugu, dia akan melihat setiap sikap yang dilihatnya, mencoba menelaah didalam keterbatasan pengalamannya dan mencari tempat untuk menyimpulkan pengamatannya.  Di sinilah peran orang tua-guru harus saling bersinergi.  Artinya relasi positif antara guru dan orang tua harus baik jika tidak ingin membuat anak bingung. Tokoh mainstream  teori perkembangan, seperti Lawrance Kohlberg, Jean Piaget, Stanley Hall dan Jean Jacques Rousseau, menyatakan usia 0-12 tahun adalah periode krusial, dimana anak mulai belajar meniru (imitate)   contoh perilaku dan dimensi verbalisme yang diperagakan orangtua dan guru. Tentunya di sini guru di sekolah formal ataupun non formal, keduanya merupakan mitra orang tua dalam mendidik anak.

Hal-hal yang perlu ditekankan orang tua dalam membangun relasi positif antara guru dan anak adalah :

  1. Peran orang tua dalam mendukung pendidikan anak. Setengah dari  pencapaian anak di sekolah formal ataupun non formal akan  ditentukan oleh faktor-faktor di luar sekolah yang didalamnya dukungan orangtua adalah hal yang utama. Mulai dari hal yang sederhana, seperti memastikan anak hadir di sekolah,hadir saja tentunya belum cukup, akan lebih baik lagi jika anak datang ke sekolah dengan motivasi yang tinggi, tugas orang tua bukan hanya mengawasi, tetapi juga memotivasi anak. Anak yang termotivasi dari rumah untuk belajar jelas akan mempermudah guru dalam mengajarkan dan mendidik di sekolah. Motivasi belajar tidak akan cukup tanpa waktu beristirahat yang cukup, Guru di sekolah formal bisa dihitung rata-rata hanya 7 jam bertemu dengan anak, itupun hari sabtu dan minggu atau hanya hari minggu saja terpotong libur, sisanya adalah waktu orang tua dan anak, maka orang tua harus memberi perhatian yang cukup di sini, jangan sampai terlalu membebani anak di rumah sesuatu yang seharusnya di kerjakan di sekolah atau di tempat Bimbel nya. Begitu juga halnya dengan cakupan makanan yang baik dan hal-hal mendasar lainnyaPrinsipnya di sini orang tua menjaga rhytme belajar anak sesuai dengan gurunya. Hal ini tentunya tidak akan bisa pernah selaras jika tidak ada relasi positif antara anak-guru sekolah formal-guru sekolah non formal.
  2. Kondisi belajar di Bimbel. Belajar tentunya membutuhkan pengulangan dan biasanya banyak orang tua yang mengikuti Bimbel untuk anaknya. Bagi orang tua yang anaknya mengikuti Bimbel harus  bersinergi membuat kondisi suasana belajar di Bimbel itu nyaman, menyenangkan dan aman. Perlu di ingat sebaik-baiknya bahwa mengikutkan anak ke Bimbel bukan berarti anak bodoh, akan tetapi Orang tua telah berinvestasi lebih dalam mengatur alur waktu untuk anak dalam menuju sukses.Bagaimana caranya? Jelas orang tua harus membina relasi positif kepada guru bimbel nya, pastikan gurunya adalah individu yang membuat anak Anda nyaman dalam belajar. Perlu diperhatikan bahwa suasana di Bimbel harus cair dan segar, Jika Anda mendapati suasana Bimbel yang membuat anak Anda tegang bahkan stress sebaiknya Anda memberi masukan kepada pengurus Bimbel tersebut, karena suasana belajar di Bimbel seharusnya lebih membantu anak melepaskan semua pertanyaan yang dikumpulkan di sekolahnya ketika mendapati materi yang dia tidak mengerti, bukan hanya itu, Bimbel seharusnya juga menyediakan energi yang menambah semangat anak dalam belajar. Terkadang banyak orang tua yang salah mengartikan makna Bimbel seperti ketika si anak mendapatkan nilai anak jelek, maka orang tua secara satu arah menyalahkan tempat Bimbel nya, hal ini jelas harus di ketahui penyebab utamanya dan belum tentu Bimbel penyebabnya. Tugas kita sebagai orang tua yang harus mencari tahu pada jalur mana si anak bermasalah, jika relasi positif antara anak-guru sekolah-guru bimbel terjalin dengan baik maka Orang tua akan mudah mengetahuinya. Misalnya ternyata setelah di cari akar permasalahannya dengan berkomunikasi diketahui bahwa anak kita sering tertidur di Bimbel, relasi yang positif tentunya akan membuat guru Bimbel segera memberitahu Orang Tua jika anaknya berlaku demikian. Kasus lainnya ketika ternyata si anak asal menjawab pertanyaan ujian di sekolah karena mereka mengantuk atau lapar, hal ini sangat bisa terjadi. Orang tua adalah peran yang tepat untuk mengkoordinasikan Guru di Sekolah Formal dan Sekolah Non Formal. Ketika anak ikut bimbel orang tua berhak tahu bagaimana metode mengajar si guru bimbel jangan sampai tidak mau tahu, informasi ini penting untuk Anda sebagai orang tua bersikap. Begitu juga halnya dengan guru di Sekolah. Penulis pernah mempunyai pengalaman pada saat keponakan penulis bermasalah dalam Bahasa Indonesia di sekolah Internasional, ketika orang tua anak dan penulis ingin melihat langsung  bagaimana metode mengajar Bahasa Indonesia, guru sekolah Internasional tersebut tidak mau memperlihatkannya, orang tua harus menunggu di luar. Hal ini harus Orang tua hindari, karena orang tua telah berinvestasi di sekolah tersebut maka orang tua berhak untuk mengetahui bagaimana sistem pengajaran yang ada.
  3. Kondisi di rumah. Home sweet home , itulah mungkin ungkapan yang tepat untuk semua ini. Suasana di manapun akan sangat bergantung suasana di rumah. Seperti yang telah penulis utarakan dalam membangun relasi positif   Maka semuanya telah jelas bahwa Pendidikan anak dimulai dari rumah dan yang paling utama adalah Agama.  Mentalitas anak akan sangat baik jika di bina melalu spritual yang baik dan tentunya semua harus terbungkus dalam relasi yang positif.

2019-12-25-22-30-00

Jadi semuanya dimulai dari keluarga, lalu ke masa pendidikan dan akhirnya berkembang ke masyarakat. Masyarakat/publik  berkontribusi untuk  memastikan semua anak-anak mendapat pelayanan pendidikan. Hal ini tentunya dimulai dari 5 Pilar relasi positif.  Negara tidak akan bisa efektif dan efesien memajukan pendidikan di Indonesia tanpa pilar-pilar ini.

Orang Tua dapat membina relasi positif antara guru dan anak melalui :

  1. Menghargai guru yang merupakan patner Orang tua dalam mendidik Anak, bukan hanya sebagai orang yang di bayar dalam mengajar
  2. Adil dalam mendidik, jangan terlalu meninggikan anak dan selalu berbagi porsi dengan guru, artinya jangan sampai langsung menyalahkan guru di depan anak dan demikian juga sebaliknya, relasi ini penting untuk selalu di bina. Anak yang selalu di bela hanya akan membuat anak menjadi manja.
  3. Pegang teguh porsi dasar masing-masing bagi orang tua dan guru, jangan tumpang tindih yang hanya membuat anak semakin bingung, jadilah relasi yang bersinergi.

Demikianlah tulisan ini kami buat, jangan lupa untuk memberikan masukan, saran ataupun kritikan. Karena biar bagaimanapun suasana akan berbeda di setiap daerah. Pasti nantinya akan ada faktor-faktor lain seperti budaya dan sebagainya. Sampai jumpa di tulisan berikutnya, ingat bahwa pintar itu gratis dan bisa di dapat dari mana saja asalkan kita mau mencarinya 😉

Best regard

cropped-messenger_code_210931629067731-e1503009178181.png

 

Comments

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Open chat
Ada yang bisa kami bantu?